Potret Pendidikan di Indonesia
Ternyata persoalan pendidikan di Negeri kita masih menyisakan persoalan klasik. Ide baik untuk meningkatkan mutu pendidikan tidak dibarengi oleh niat dan pelaksanaan di lapangan yang baik. Akbiatnya, lagi-lagi Ujian Nasional selalu ada kecurangan dan kekurangan. Banyak kasus yang muncul dari berbagai daerah, umumnya tentang masalah kelengkapan dokumen, isu kebocoran soal UN dan beredarnya lembar jawaban. Yang lebih parahnya lagi adalah ternyata masih banyak kasus kecurangan yang dilakukan pihak sekolah agar siswanya dapat lulus 100%. Yang terbaru adalah kejadian di SD Gadel II Surabaya. Yaitu pengungkapan dugaan kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional (UN) SD oleh salah seorang orangtua siswa, Siami.
Tiap menjelang UN, ramai-ramai sekolah membentuk tim sukses UN. Strategi yang dilakukan adalah melakukan intensifikasi belajar mengajar. Siswa diberikan pengayaan dan tambahan pendalaman materi yang akan di UN-kan. Ini merupakan langkah positif, namun disayangkan ketika hari pelaksanaan UN, ternyata tim sukses ini melakukan segala cara agar siswa-siswinya dapat lulus semua. Ada beberapa kecurangan oleh oknum-oknum sekolah, antara lain: Penunjukan seorang murid yang ditugaskan mengedarkan jawaban yang diberikan oleh guru, mencontek missal, pengubahan jawaban oleh guru di ruang kantor, dan lain sebagainya.
Beberapa kecurangan ini sebagai gambaran bahwa pihak sekolah tidak memiliki itikad baik dalam membantu meningkatkan mutu pendidikan, sebab paradigma yang digunakan hanya sebatas persoalan angka atau nilai. Pihak sekolah atau institusi pendidikan di tingkat bawah belum siap menerima kenyataan jika anak didiknya ada yang tidak lulus. Jadi, capaian mutu pendidikan di Indonesia selama ini hanya sebatas kamuflase semata, sebab deretan angka-angka yang dicapai oleh siswa adalah hasil konspirasi. Walaupun masih ada sekolah-sekolah yang memang kualitasnya diakui dan tidak melakukan kecurangan.
Sangat ironis melihat realitas seperti ini. Di tengah rendahnya kualitas sumberdaya manusia, upaya peningkatannya pun tidak didukung penuh oleh semua (pihak terkait) stakeholders. Melihat realitas mengenai banyaknya kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional mengindikasikan masih rendahnya mutu pendidikan di negeri ini. Oleh karena itu perlu upaya ekstra dari pemerintah untuk mengatasi hal ini.
Sebenarnya pemerintah tidak perlu tergesa-gesa untuk menaikkan standar kelulusan siswa. Buat apa tiap tahun ajaran menaikkan standar kelulusan jika pelaksanaannya masih menyimpang? Jika memang mutu pendidikan kita belum bisa disejajarkan dengan negara lain, seharusnya tidak perlu kita menyamakan standar dengan mereka. Biarkan proses secara perlahan-lahan saja namun pasti. Butuh penyesuaian bagi siswa ataupun sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Karena sistem penidikan yang selama ini diterapkan tidak ada standar kelulusannya. dahulu setiap siswa pasti lulus dengan nilai berapapun. resikonya, jika siswa tidak mendapatkan nilai terbaik, akan sulit bersaing untuk masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Konsekuensi dari sistem pendidikan seperti ini adalah tidak ada semangat baik dari siswa atau pihak penyelengara pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Dengan melihat masih banyaknya praktek kecurangan dan ketakutan dari siswa atau sekolah terhadap lulusan, sebaiknya pemerintah tidak terburu-buru mengeluarkan kebijakan mengenai peningkatan standar nilai kelulusan. Pihak perumus kebijakan harus jeli membaca situasi seperti ini, sehingga dapat menemukan formulasi kebijakan yang tepat untuk saat ini. Pemerintah tidak perlu takut tersaingi dengan negara tetangga mengenai standar mutu pendidikan.
Label: Pendidikan
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda